Scroll untuk melanjutkan membaca

Restorative Justice Jadi Pilihan Penyelesaian Persoalan Sekolah

 Karawang: Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq mengatakan, restorative justice dapat digunakan untuk kasus guru dan siswa. Namun, kebijakan ini tidak berlaku untuk kasus kekerasan seksual yang harus diproses hukum.


Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq usai peluncuran gerakan Rukun Sama Teman di Jakarta, Rabu (10/12/2025). (Foto)

“Kita sudah ada kesepakatan dengan Kepolisian, semua persoalan hukum di sekolah diupayakan restorative justice. Kecuali kekerasan seksual,” ujar Fajar usai peluncuran gerakan Rukun Sama Teman di Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Ia mengatakan, kasus kekerasan seksual harus diproses hukum tanpa pengecualian. “Kekerasan seksual tidak ada kompromi, harus diproses secara hukum,” ucap Fajar.

Menurutnya, penerapan restorative justice bertujuan melindungi guru dan siswa dalam penyelesaian konflik. “Guru tidak merasa dikriminalisasi, anak juga merasa aman di lingkungan sekolah,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, restorative justice juga mendorong keterlibatan semua pihak terkait, termasuk sekolah dan orang tua. “Kolaborasi antara guru, orang tua, dan siswa penting untuk memastikan solusi adil dan efektif,” katanya.

Ia menekankan, mekanisme ini berlaku untuk berbagai persoalan di sekolah, kecuali kasus yang tergolong pidana berat. Pendekatan damai diharapkan mengurangi ketegangan dan risiko konflik berkepanjangan.

Fajar mengatakan, kebijakan ini menjadi langkah strategis pemerintah dalam menciptakan budaya sekolah aman dan nyaman bagi semua pihak. “Tujuan akhirnya, pendidikan berkualitas dapat dijalankan tanpa gangguan hukum yang berlebihan,” ucapnya.

Sementara itu, Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan, Kemendikdasmen telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Kesepakatan itu mengatur mekanisme penyelesaian damai bagi guru yang bermasalah dengan murid maupun orang tua.

“Isi kesepahaman antara lain penyelesaian damai (restorative justice) bagi guru yang bermasalah dengan murid, orang tua. Bahkan dengan LSM terkait tugas mendidik,” ujar Mu’ti dalam upacara Hari Guru Nasional 2025 di Surabaya.

Mu’ti menekankan kesepakatan ini memperkuat perlindungan bagi tenaga pendidik ketika menjalankan tugasnya. Selain itu, kesepakatan bertujuan menciptakan iklim sekolah yang aman dan kondusif.

Ia mengatakan, restorative justice membantu mencegah kriminalisasi berlebihan terhadap guru yang melakukan tindakan dalam konteks pembelajaran. “Dengan pendekatan ini, penyelesaian masalah lebih manusiawi dan profesional,” ucap Mu’ti.

Mu’ti berharap seluruh guru dan tenaga kependidikan memahami prosedur baru ini secara menyeluruh. “Kami ingin seluruh pihak sadar mekanisme ini untuk menjaga lingkungan belajar tetap kondusif,” ujarnya.(*)
Baca Juga
Berita Terbaru
  • Restorative Justice Jadi Pilihan Penyelesaian Persoalan Sekolah
  • Restorative Justice Jadi Pilihan Penyelesaian Persoalan Sekolah
  • Restorative Justice Jadi Pilihan Penyelesaian Persoalan Sekolah
  • Restorative Justice Jadi Pilihan Penyelesaian Persoalan Sekolah
  • Restorative Justice Jadi Pilihan Penyelesaian Persoalan Sekolah
  • Restorative Justice Jadi Pilihan Penyelesaian Persoalan Sekolah
Posting Komentar
Tutup Iklan