Bandung: Anggota Komisi IV DPRD Jawa Barat, Daddy Rohanadi, menegaskan pentingnya percepatan revisi Peraturan Daerah (Perda) No. 9 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Hal ini menyusul konsultasi Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) ke Kementerian Dalam Negeri pada Rabu lalu, yang menjadi titik krusial dalam penyesuaian regulasi daerah terhadap Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) No. 1 Tahun 2022.
Daddy menyebut bahwa revisi ini bukan sekadar penyesuaian nomenklatur dari “pendapatan daerah dan retribusi daerah” menjadi “pajak dan retribusi daerah”, melainkan langkah strategis untuk mengamankan potensi pendapatan daerah di tengah ancaman pengurangan Transfer ke Daerah (TKD).
“Kalau tidak selesai dalam 15 hari setelah komentar dari Kemendagri dan Kemenkeu, kita bisa kena sanksi. Sanksinya pengurangan dana. Padahal sekarang saja TKD kita sudah dipotong,” ujar Daddy, Kamis (16/10/2025).
Menurutnya, pilihan revisi sebagian sesuai Pasal 99 UU HKPD menjadi opsi realistis, mengingat Perda sebelumnya belum sempat diimplementasikan secara penuh. Namun, ia mengingatkan bahwa konsekuensi dari langkah ini sangat serius. Jika revisi tidak disahkan tepat waktu, potensi sanksi berupa pengurangan dana bisa memperparah kondisi fiskal Jawa Barat, yang pada 2025 diproyeksikan mengalami penurunan TKD sebesar Rp2,458 triliun dan potensi shortfall pendapatan sekitar Rp1,1 triliun.
Daddy juga menyoroti pentingnya optimalisasi pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak air permukaan sebagai sumber pendapatan daerah yang krusial untuk tahun 2026. Ia menyebut bahwa revisi Perda harus disepakati tahun ini agar implementatif pada 2026, sesuai dengan siklus perencanaan anggaran.
“Ini bukan soal tarik ulur regulasi, tapi soal masa depan fiskal daerah. Jangan sampai satu Perda membuat kita kehilangan momentum,” tegasnya.(*)