Aturan Outsourcing dalam UU Cipta Kerja
Dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), yang juga dikenal sebagai Omnibus Law, terdapat perubahan signifikan terkait praktik outsourcing atau alih daya. Sebelumnya, dalam UU Ketenagakerjaan (UU No.13 Tahun 2003), praktik outsourcing dibatasi hanya untuk pekerjaan non-core atau bukan kegiatan utama perusahaan. Namun, UU Cipta Kerja menghapus batasan tersebut, memungkinkan pekerjaan utama (core business) pun bisa diserahkan kepada pihak ketiga.
Perubahan ini memicu kekhawatiran karena membuka ruang outsourcing yang lebih luas, termasuk untuk pekerjaan yang sebelumnya dilindungi.
Namun, UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya memberikan sejumlah perlindungan baru bagi pekerja outsourcing.
Aturan Outsourcing dalam UU Cipta Kerja
Dalam Pasal 64 ayat (1) UU Cipta Kerja, disebutkan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis. Namun, Pasal 64 ayat (2) dan (3) menyatakan bahwa pemerintah akan menetapkan jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan melalui peraturan lebih lanjut. Hingga kini, regulasi yang secara spesifik mengatur jenis pekerjaan tersebut belum diterbitkan, sehingga ketidakjelasan mengenai batasan core dan non-core masih terjadi.
Perlindungan bagi Pekerja Outsourcing
Meskipun ruang lingkup outsourcing diperluas, UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya memberikan sejumlah perlindungan bagi pekerja outsourcing, antara lain:
1. Status Hubungan Kerja: Hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dan pekerjanya harus tertulis secara resmi, bisa berupa kontrak kerja jangka waktu tertentu (PKWT) atau tidak tertentu (PKWTT).
2. Tanggung Jawab Perusahaan Outsourcing: Perusahaan outsourcing bertanggung jawab penuh terhadap perlindungan, upah, kesejahteraan, aturan kerja, dan penyelesaian masalah pekerja.
3. Klausul TUPE: Perjanjian kerja harus mencantumkan klausul TUPE (Transfer of Undertaking Protection of Employment) yang menjamin hak-hak pekerja tetap berlaku saat terjadi pergantian perusahaan outsourcing.
Dengan adanya perlindungan ini, diharapkan pekerja outsourcing dapat bekerja dengan rasa aman dan mendapatkan hak-hak yang sesuai.
UU Cipta Kerja membawa perubahan dalam praktik outsourcing di Indonesia dengan menghapus batasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Meskipun demikian, UU ini juga memberikan perlindungan bagi pekerja outsourcing melalui status hubungan kerja yang jelas, tanggung jawab perusahaan outsourcing, dan klausul TUPE. Namun, masih diperlukan regulasi lebih lanjut untuk menetapkan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan agar praktik outsourcing dapat berjalan dengan adil dan transparan.(*)