Jakarta: Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut banyak tarekat menyimpang karena tidak mengikuti prinsip dasar ajaran Islam. Untuk itu, MUI-pun menegaskan pentingnya berpegang pada prinsip tarekat muktabaroh.
![]() |
| Sekretaris Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan (KPPP) MUI, Ali M. Abdillah du Kantor MUI Jakarta, Minggu (9/11/2025) (Foto: RRI/Afriani Respati) |
“Dalam SOP kita, sudah dijelaskan salah satu faktor ajaran menyimpang itu tidak sesuai prinsip tarekat muktabaroh. MUI secara tegas memantau dan mengkaji tarekat yang muncul di masyarakat," ujar Sekretaris Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan (KPPP) MUI, Ali M. Abdillah di Kantor MUI Jakarta, Minggu (9/11/2025).
Ali mengatakan, tarekat muktabaroh adalah ajaran yang berpegang pada Al-Qur’an, hadis, dan sunah Rasulullah SAW. Pengikutnya umumnya tidak menimbulkan kontroversi dan tetap menjaga harmoni antarumat.
“Biasanya yang mengikuti tarekat muktabaroh tidak menimbulkan kontroversi, sedangkan yang tidak, sering menimbulkan masalah,” katanya. Ia mencontohkan kasus tarekat Faiz Albaqarah di Batam yang kini dalam proses mediasi.
MUI, lanjutnya, telah melakukan pembinaan terhadap sejumlah tarekat yang dinilai menyimpang. Jika pembinaan tidak berhasil, persoalan akan dibawa ke Komisi Fatwa untuk diputuskan.
“Bila pemikiran gurunya bertentangan dengan syariat, kita lakukan pembinaan. Tapi jika defensif, akan kita bawa ke Komisi Fatwa,” ucap Ali.
Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, menekankan pentingnya percepatan pemetaan aliran sesat di Indonesia. Menurutnya, penyebaran ajaran menyimpang dapat mengancam ketahanan nasional.
“Ketahanan nasional harus menjamin keuletan dan ketangguhan bangsa menghadapi ancaman dan hambatan,” ujar Amirsyah. Ia menyebut peran ulama dan ormas Islam sangat penting dalam menjaga ketahanan ideologi.
Amirsyah menilai, penanganan terhadap aliran menyimpang tidak hanya bersifat teologis. Namun juga strategis karena menyangkut keutuhan sosial dan keagamaan di tengah masyarakat.
Sementara Ketua MUI Bidang KPPP, Utang Ranuwijaya, menambahkan bahwa kegiatan sosialisasi menjadi warisan penting bagi kepengurusan berikutnya. Ia menyebut ada tiga nilai utama yang diwariskan dari kegiatan tersebut.
“Pertama, legacy atau warisan, kedua guidance atau panduan, dan ketiga mirror atau cermin. Kami berharap panduan yang telah disusun dapat menjadi pedoman bagi generasi penerus MUI," ujar Utang.
Utang menegaskan bahwa Komisi Pengkajian periode ini telah bekerja maksimal dalam menyusun pedoman penelitian dan kode etik. Menurutnya, hasil kerja itu menjadi cermin bagi pengurus baru untuk terus memperkuat MUI ke depan.(*)

