Breaking News

Media Sosial Rawan Disalahgunakan untuk Kekerasan Berbasis Gender

 Jakarta: Perempuan dan anak kini makin rentan mengalami kekerasan berbasis gender online (KBGO) di media sosial. Dampaknya tidak hanya fisik, tapi juga menghancurkan mental dan emosional.


Foto ilustrasi

Pemerhati Perlindungan Anak, Imaduddin Hamzah mengatakan, komunikasi kini sudah beralih, dari tatap muka langsung ke media sosial. Namun sayangnya, literasi digital belum mampu mengimbangi perubahan tersebut.

"Zaman sudah berubah karena lebih banyak orang saat ini berkomunikasi menggunakan media sosial daripada ketemu langsung. Tapi kita tidak menyesuaikan cara mendidik dan melindungi pengguna media sosial itu," ujarnya.

Menurutnya, tidak semua pengguna memahami etika bermedia sosial. Diantaranya adalah mereka yang memiliki perilaku menyimpang dan kerap memanfaatkan celah ini.    

“Orang yang bermasalah bisa menjadi pelaku kekerasan (seksual). Media sosial menjadi saluran untuk mereka mengekspresikan perilaku menyimpangnya,” kata Imaduddin.

Sayangnya, pendekatan yang dilakukan pemerintah dan aparat menurutnya masih bersifat konvensional dalam menyikapi dampak negatif media sosial. “Pendekatannya ya begitu-begitu saja, hanya mengundang berbagai pihak terkait untuk berdiskusi, saya terus terang skeptis bisa menyelesaikan masalah ini,” ucap Dosen Psikologi Politeknik Pengayoman Indonesia, Kementerian Hukum ini.

Ia menilai, keluarga, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum harus bertindak luar biasa. Bukan hanya sebatas kampanye atau diskusi formal saja.

“Semua punya tanggung jawab masing-masing untuk mengedukasi masyarakat. Maka kita harus lebih bersungguh-sungguh untuk menjalankan itu,” ujarnya.

Ia juga menyayangkan belum adanya tindakan tegas dari pemerintah seperti melakukan pembatasan aplikasi berisiko. Mereka berdalih, itu adalah hak masyarakat untuk mendapatkan informasi.

“Kita belum mendengar aplikasi Michat dibatasi (oleh pemerintah). Padahal banyak kasus kekerasan berawal dari sana,” katanya.

Selain itu, Imaduddin juga menyoroti minimnya riset di perguruan tinggi soal akar penyebab penyalahgunaan media sosial. Padahal, solusi berbasis data sangat dibutuhkan.

“Sampai hari ini saya belum menemukan riset yang benar-benar memetakan sebab utamanya,” ucapnya. Ia menyerukan, penanganan secara terstruktur, jelas dan cepat terkait kekerasan di ranah digital ini.(*)
Posting Komentar