Komunitas Ojol Bandung Dukung Skema Komisi 20 Persen
Font Terkecil
Font Terbesar
Bandung: Penolakan terhadap wacana penurunan komisi oleh aplikator 20 persen menjadi 10 persen, kembali mencuat.
Beberapa komunitas Ojek Online (Ojol), menyatakan protes dan keberatan atas wacana tersebut.
Meski demikian, sejumlah komunitas Ojol di Kota Bandung, malah menyatakan sikap sebaliknya. Mereka menyampaikan sikap dukungan terhadap wacana tersebut.
Seperti komunitas OjolBarrisa Baraya Batim Bike (BBB), D.A.D Bandung dan Generasi Online Independen Bandung (GOB) menilai bahwa potongan komisi sebesar 20 persen tidak menjadi persoalan. Namun dengan catatan, sistim berjalan baik dan mitra pengemudi mendapatkan manfaat langsung dari perusahaan aplikator.
Pernyataan tersebut mereka sampaikan secara tertulis kepada Kementerian Perhubungan sebagai bentuk sikap resmi dan kolektif dari driver-driver aktif di Bandung. Ketua umum komunitas Barrisa Ahmad Djuwendi menilai, potongan komisi bukanlah masalah selama mitra tetap mendapatkan pesanan yang stabil. Selain itu juga perhatian dari pihak aplikator terus berjalan.
“Selama ini kami masih bisa hidup dari orderan harian, dan sistem komisi 20 persen masih bisa kami terima. Itu adalah bentuk pembagian yang wajar, karena kami juga mendapat perlindungan berupa asuransi, akses ke layanan pelanggan, serta program-program GrabBenefits yang sangat membantu,” ujar Ahmad Minggu (20/8/2025).
Ahmad menambahkan, dengan adanya sistem insentif dan dukungan komunitas yang dibiayai dari model komisi yang berlaku saat ini, banyak pengemudi yang terbantu. Komunitas Barrisa beranggotakan 45 pengemudi aktif yang masih beroperasi di Kota Bandung.
Hal senada juga di ungkapkan Ketua Umum Baraya Batim Bikers (BBB) Hendry yang menaungi sekitar 600 driver Grab di Bandung. Menurutnya sistem saat ini telah menciptakan ekosistem yang stabil bagi semua pihak.
“Komisi 20 persen bukan beban, tapi bagian dari model bisnis yang saling menguntungkan. Kami mendapatkan jaminan keamanan kerja, bantuan hukum ketika dibutuhkan, dan kejelasan sistem yang membuat kami bisa tenang bekerja,” kata Hendry.
Hendry juga menilai, narasi yang berkembang soal ketidakadilan sistem seringkali datang dari pihak-pihak yang sudah tidak lagi aktif sebagai pengemudi. Sehingga kurang memahami situasi terkini di lapangan.
Sementara itu juga Ketua Umum D.A.D Bandung Ardi Iswanto mengatakan, sistem komisi bukan hanya soal potongan angka dari pendapatan. Menurut dia, hal itu merupakan bentuk kontribusi yang dikelola kembali untuk mendukung keberlangsungan ekosistem transportasi daring.
Ia menjelaskan, selama ini dana komisi itu kembali ke mitra dalam bentuk pelatihan berkala, kegiatan komunitas, layanan tanggap darurat, dan reward bagi driver berprestasi. "Semua itu hanya mungkin ada jika perusahaan mempunyai struktur finansial yang stabil. Potongan 10 persen bisa mengancam semua fasilitas itu,” jelas Ardi.
Pernyataan dukungan pun datang dari komunitas Generasi Online Independen Bandung (GOIB), yang memiliki anggota aktif sebanyak 244 driver. Rizky Januar Saputra dari GOIB juga mengatakan bahwa pengemudi online lebih membutuhkan kepastian sistem daripada janji potongan yang belum tentu menguntungkan dalam jangka panjang.
“Yang kami butuhkan adalah kestabilan platform. Selama aplikator bisa menjamin asuransi, program insentif, perlindungan hukum, dan pesanan tetap lancar, maka komisi 20 persen tidak jadi masalah. Bahkan, kami mendukung skema itu agar keberlangsungan ekosistem ini tetap terjaga,” ujar Rizky.
Selain memberi dukungan penuh terhadap wacana tersebut, empat komunitas tersebut juga menyampaikan kritik terhadap adanya narasi mengatasnamakan seluruh driver online. Padahal tidak semua dari mereka aktif menjalani profesi ini.
Selain itu juga meraka berharap, Kementerian Perhubungan tidak hanya mengacu pada aspirasi yang viral di media sosial. Namun juga membuka ruang diskusi yang lebih dalam dengan para mitra aktif yang bekerja setiap hari.
“Jangan sampai suara-suara yang sudah tidak lagi merasakan kerasnya jalanan lebih di dengar daripada kami yang masih narik dari pagi sampai malam. Kebijakan harus lahir dari realita, bukan opini,” kata Rizky menambahkan.
Dalam pernyataan bersama yang dikirimkan kepada pemerintah, keempat komunitas itu juga menyatakan kekhawatiran jika penurunan komisi dilakukan tanpa kajian mendalam. Mereka menyebut, perubahan seperti itu bisa berdampak langsung pada sistem insentif, layanan satgas bantuan, program komunitas, dan dukungan operasional lainnya yang selama ini menjadi penopang utama bagi para pengemudi.
“Kalau perusahaan tidak lagi bisa membiayai layanan yang menunjang kerja kami, maka kami juga yang akan paling terdampak. Jangan sampai semangat membantu driver justru membuat sistemnya runtuh,” ujar Ardi Iswanto.
Mereka berharap agar Kementerian Perhubungan bersikap adil dan mengedepankan pendekatan berbasis data dan dialog terbuka. Aspirasi para mitra aktif, yang telah berkontribusi menjaga ekosistem transportasi digital tetap berjalan selama ini, perlu menjadi rujukan utama dalam setiap kebijakan.
“Potongan komisi 20 persen mungkin terlihat besar di atas kertas. Tapi kami hidup dari kenyataan, bukan dari angka semata. Dan kenyataannya, sistem ini masih layak, manusiawi,dan mendukung kesejahteraan kami,” demikian bunyi penutup dalam pernyataan sikap empat komunitas Ojol Bandung tersebut.(*)