Mengulik Aliran Dana Haram Bupati Bekasi, Tukang Pasok Dana Turut Tersangka
Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap skema rumit di balik dugaan gratifikasi dan suap yang menjerat Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang.
![]() |
| Penyelidikan KPK menunjukkan bahwa praktik ini bermula dari komunikasi antara Bupati Ade dan seorang pihak swasta berinisial SRJ (Sarjan). |
Dalam perkembangan terbaru, penyidik menemukan bahwa ayah kandung sang Bupati, HM Kunang, memegang peran sentral sebagai penghubung aliran dana haram tersebut.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa HM Kunang, yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Sukadami, menjadi perantara antara pihak swasta dan anaknya dalam praktik suap "ijon" proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi.
“HMK (HM Kunang) itu perannya sebagai perantara. Beliau memang kepala desa, tetapi yang bersangkutan adalah orang tua dari Bupati,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu 20 Desember 2025.
Skema 'Ijon' dan Gratifikasi Berlapis
Penyelidikan KPK menunjukkan bahwa praktik ini bermula dari komunikasi antara Bupati Ade dan seorang pihak swasta berinisial SRJ (Sarjan).
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, Bupati diduga secara rutin meminta setoran di muka atau "ijon" untuk paket-paket proyek tertentu.
Total dana ijon yang dikumpulkan melalui perantara HM Kunang mencapai Rp9,5 miliar, yang diserahkan dalam empat tahap.
Namun, temuan KPK tidak berhenti di situ. Selama tahun 2025, Ade Kuswara juga diduga menerima gratifikasi dari berbagai pihak lain sebesar Rp4,7 miliar.
Secara akumulatif, total aliran dana yang mengalir ke kantong sang Bupati diperkirakan mencapai Rp14,2 miliar.
Penyalahgunaan Relasi Kuasa
Asep Guntur mengungkapkan fakta menarik di mana HM Kunang diduga memanfaatkan pengaruhnya sebagai anggota keluarga inti bupati untuk menekan para penyedia proyek.
Bahkan, dalam beberapa kesempatan, sang ayah diduga meminta jatah uang secara mandiri tanpa sepengetahuan anaknya.
"Kadang-kadang tanpa pengetahuan dari ADK (Ade), HMK itu minta sendiri. Minta sendiri bahkan tidak hanya ke SRJ," jelas Asep.
Dalam operasi senyap yang dilakukan tim penyidik, KPK berhasil menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp200 juta dari kediaman Bupati Ade.
Uang tersebut diduga merupakan sisa dari setoran tahap keempat yang dikirimkan oleh pihak swasta.
Ancaman Pasal Tipikor
Dalam konstruksi perkara ini, KPK mengklasifikasikan para tersangka ke dalam dua peran, yakni penerima dan pemberi suap.
Sebagai pihak penerima, Bupati Ade Kuswara dan HM Kunang disangkakan melanggar:
• Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
• Pasal 12B terkait gratifikasi.
• Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana.
Keduanya juga dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU TPK, yang memperkuat dugaan adanya kesepakatan terlarang dalam penentuan pemenang proyek daerah.
Penyuplai Dana Turut Tersangka
Di sisi lain, KPK juga menetapkan pengusaha berinisial Sarjan sebagai tersangka pemberi suap. Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU TPK. Sarjan diduga memberikan uang muka atau "ijon" demi mengamankan paket proyek di Kabupaten Bekasi.
Kasus ini mencuri perhatian publik setelah terungkap bahwa HM Kunang diduga memanfaatkan pengaruhnya sebagai ayah bupati untuk mengutip dana secara mandiri dari para kontraktor. Total uang yang masuk dalam pusaran korupsi keluarga ini diperkirakan mencapai Rp14,2 miliar.
KPK menegaskan bahwa penegakan hukum ini menjadi peringatan keras bagi pejabat daerah agar tidak menyalahgunakan relasi keluarga dalam tata kelola pemerintahan.(*)

