AS Luncurkan Serangan Udara Besar di Suriah
Amerika Serikat Operasi balasan terhadap ISIS diluncurkan setelah tewasnya personel Amerika Serikat di Palmyra
![]() |
| Trump memberikan hormat saat personel angkatan darat membawa jenazah Ayad Mansoor dalam serangan di Suriah. (Foto: The Guardid/ Anna Moneymaker) |
Militer Amerika Serikat melancarkan serangkaian serangan udara besar-besaran terhadap puluhan sasaran kelompok militan ISIS di wilayah tengah Suriah pada Jumat 19 Desember 2025 waktu setempat.
Operasi ini merupakan bentuk respons langsung atas serangan mematikan yang menewaskan personel AS akhir pekan lalu.
Komando Pusat AS (CENTCOM) mengonfirmasi bahwa operasi tersebut menargetkan lebih dari 70 lokasi strategis, termasuk infrastruktur tempur, fasilitas penyimpanan senjata, dan titik kumpul pejuang ISIS.
Operasi yang diberi sandi "Operation Hawkeye Strike" ini juga mendapatkan dukungan dari jet tempur milik Angkatan Udara Yordania.
Presiden Donald Trump melalui media sosial menyatakan bahwa tindakan ini merupakan balasan yang sangat serius. Ia juga mengeklaim bahwa pemerintah transisi Suriah mendukung penuh langkah militer tersebut.
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, menegaskan bahwa serangan ini adalah pesan tegas bagi siapa pun yang mengancam keselamatan personel Amerika di luar negeri.
"Ini bukanlah awal dari sebuah perang, melainkan pernyataan pembalasan," ujar Hegseth. "Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, Amerika Serikat tidak akan pernah ragu dan tidak akan pernah mundur untuk membela rakyat kami."
Hegseth menambahkan bahwa operasi ini berhasil melumpuhkan sejumlah besar musuh di lapangan, meski detail rincian korban belum dirilis secara spesifik.
Kronologi Serangan Palmyra
Eskalasi ini dipicu oleh insiden berdarah di kota Palmyra pada Sabtu lalu. Seorang penyerang yang diduga berafiliasi dengan ISIS melepaskan tembakan ke arah konvoi pasukan gabungan AS dan Suriah.
Insiden tersebut menewaskan dua anggota Garda Nasional Iowa dan seorang penerjemah sipil, serta melukai tiga tentara lainnya. Kementerian Dalam Negeri Suriah mengidentifikasi pelaku sebagai anggota pasukan keamanan Suriah yang diduga memiliki simpati terhadap ideologi ISIS.
Peristiwa ini menandai pertama kalinya personel militer AS gugur di Suriah sejak jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad pada Desember 2024. Saat ini, sekitar 1.000 tentara AS masih ditempatkan di Suriah dengan misi utama mencegah kebangkitan kembali kelompok radikal tersebut.
Hubungan Diplomatik yang Baru
Kementerian Luar Negeri Suriah dalam pernyataan resminya menyatakan komitmen teguh untuk memerangi ISIS dan memastikan kelompok tersebut tidak memiliki "tempat persembunyian yang aman di wilayah Suriah."
Pemerintah Suriah saat ini, yang dipimpin oleh mantan tokoh oposisi setelah perang saudara selama 13 tahun, telah menunjukkan kerja sama yang lebih erat dengan koalisi pimpinan AS. Hal ini menyusul kunjungan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa ke Gedung Putih bulan lalu.
Sebagai bentuk dukungan terhadap stabilitas pemerintahan baru, Presiden Trump baru-baru ini juga telah menandatangani undang-undang untuk mencabut sanksi ekonomi berat yang sebelumnya diberlakukan pada era Assad,(*).

