Jakarta : Dengan populasi lebih dari 230 juta Muslim serta kekayaan alam dan budaya yang melimpah, Indonesia dinilai memiliki modal besar untuk menjadi pusat wisata halal dunia.
![]() |
Widiyanti saat menjadi pembicara kunci dalam The 7th International Halal in Tourism Summit 2025 di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Kamis, 9 Oktober 2025. |
“Indonesia menjadi rumah bagi lebih dari 230 juta Muslim. Dengan keunggulan kompetitif yang unik, potensi ini seharusnya menjadikan kita yang terdepan dalam pariwisata ramah Muslim,” ujar Widiyanti saat menjadi pembicara kunci dalam The 7th International Halal in Tourism Summit 2025 di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Kamis, 9 Oktober 2025.
Dalam kesempatan itu, Kementerian Pariwisata bersama Bank Indonesia, Enhaii Halal Tourism Center (EHTC), dan Crescent Rating meluncurkan Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2025.
Indeks ini menjadi alat ukur kesiapan provinsi dalam mengembangkan destinasi ramah Muslim, mengacu pada standar Global Muslim Travel Index (GMTI).
Mengadopsi kerangka kerja ACES (Access, Communication, Environment, Services) seperti GMTI, IMTI menjadi panduan strategis untuk meningkatkan daya saing pariwisata halal nasional.
“Lebih dari sekadar pengukuran, indeks ini akan memandu kami dalam menyelaraskan standar dan sertifikasi agar layanan ramah Muslim konsisten secara nasional dan dipercaya wisatawan,” ujar Widiyanti.
Penilaian IMTI 2025 mencakup 15 provinsi unggulan. Lima terbaik adalah Jawa Barat, Sumatra Barat, Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Jawa Tengah.
Selanjutnya, posisi berikutnya ditempati Banten, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Gorontalo, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Riau, dan Bengkulu.
Dalam acara tersebut, Widiyanti juga menyerahkan piagam penghargaan kepada perwakilan provinsi dengan skor terbaik. Upaya ini diharapkan dapat mengembalikan posisi Indonesia ke peringkat pertama dalam daftar GMTI tahun depan.
Lebih lanjut, Widiyanti menekankan tiga aspek utama yang perlu diperkuat untuk memperkokoh posisi Indonesia sebagai destinasi wisata ramah Muslim, yakni atraksi, aksesibilitas, dan amenitas.
Menurutnya, kekayaan warisan budaya Islam Indonesia merupakan daya tarik yang perlu terus dikembangkan dan dikemas secara menarik.
“Kita harus terus mengenali, mengemas, dan mempromosikan kekayaan ini sebagai pengalaman ramah Muslim yang unik,” kata Widiyanti.
Dari sisi aksesibilitas, ia menegaskan pentingnya peningkatan konektivitas udara dan kemudahan visa.
“Kami akan memanfaatkan sepenuhnya 36 bandara internasional Indonesia dan terus memperluas kebijakan visa agar perjalanan wisatawan semakin mudah dan nyaman,” ucap Widiyanti.
Sementara dari aspek amenitas, Kemenparekraf tengah memperluas standar layanan ramah Muslim di berbagai destinasi. Saat ini terdapat lebih dari 309 ribu masjid dan 376 ribu musala di berbagai fasilitas publik seperti bandara, pusat perbelanjaan, dan kawasan wisata.
“Kami juga memperluas produk bersertifikat halal di 20 desa wisata dan 15 ribu desa di 15 provinsi, agar wisatawan Muslim merasa aman dan nyaman di mana pun berada,” tutur Widiyanti.
Sebagai langkah lanjutan, Kementerian Pariwisata juga sedang menyiapkan portal khusus wisatawan Muslim untuk mempermudah akses informasi destinasi dan layanan halal di seluruh Indonesia.
“Mari kita pastikan Indonesia memimpin gerakan pariwisata ramah Muslim global, membawa kebanggaan sekaligus kesejahteraan bersama,” kata Widiyanti.(*)